Tuesday, June 15, 2010

Rafi pergi berlibur ke Blitar! #1


Tak terasa, Rafi sudah lulus dari PAUD SANGGAR AQILA. Jumat, 11 juni 2010 lalu adalah hari terakhir ia sekolah disana. Nanti, mulai 12 juli 2010 anak pertamaku ini akan masuk TK Bunaya. 19 agustus 2010 nanti, dia genap berusia 4 tahun.

Sekarang, dia berlibur. Dan, tahukah kemana ia mengisi waktu liburnya yang 1 bulan lamanya ini? Ke Blitar! Ya, dia pergi ke Blitar.



Tentunya dia tidak sendirian berangkat dari bogor. Ia pergi ke sana bersama ibuku - eyang putrinya. Aku sama sekali tidak merencanakan ini awalnya.

Semua berawal dari kedatangan ibuku, atas permintaanku. Waktu itu aku minta ibuku datang untuk memperhatikan kerja asisten rumah tanggaku. Aku butuh rekomendasinya. Apakah asistenku ini bisa meng-handle anak-anakku? Apakah dia keteter dengan tanpa adanya asisten kedua? Bagaimana dia memperlakukan dan berkata-kata pada anak2ku?

Alhamdulillah, asistenku bisa melakukan sesuai keinginanku. Dan, yang aku suka, asistenku tidak suka keluyuran. Dia lebih suka di rumah. Sehingga pekerjaan rumahpun bisa ia selesaikan.

So, karena tugas ibuku sudah selesai, saatnya beliau pulang ke Blitar. Dan, Rafi ingin ikut!

Aku pun mulai dari hari Rabu (Rafi berangkat hari Sabtu), ketika Rafi bilang jika ia mau ke Blitar, menanyakan kesungguhannya. Berbagai konsekuensi yang harus ia hadapi karena memutuskan untuk ke Blitar bersama eyang putrinya pun aku paparkan.

"Rafi pergi ke Blitar bersama eyang saja lho. Bunda, abi, dik Fa’iz ga ikut. Rafi ga papa?" Rafi pun menjawab ga papa.

"Bunda, abi ga ikut, karena bunda abi harus kerja. Ga papa?" Rafi pun menjawab ga papa.

"Blitar itu jauh. Rafi disana untuk waktu yang lama lho. Ga bisa tiba2 minta pulang. Ga papa?" ia pun menjawab ga papa.

"Rafi bener mau ikut eyang ke Blitar?" Anakku yang belum genap 4 tahun pun menjawab iya dengan cukup meyakinkan.

"Rafi di Blitar mau kemana?" Aku mau ke bon rojo, katanya.

"Rafi mau ketemu siapa disana?" Rafi mau ketemu mas Dafa, mas Exel. Ada mba Nisa? Ia balik bertanya padaku. Ada, jawabku.

Ketemu kung (eyang kakung-bapakku), ketemu mba Febi, pak puh, mami (mba lia, istrinya masku).

Hmmm... Sepertinya keinginannya sudah bulat. Hari kamis dan jumat pun, aku selalu mengulang pertanyaan-pertanyaan itu. Aku harus memastikan bahwa ia menginginkan pergi kesana, dan, dia akan pergi tanpa bunda, abi dan adiknya. Karena perjalanan dari Bogor ke Blitar butuh waktu minimal 14jam (naik kereta api gajayana) dan 20jam (naik bus eksekutif antar kota).

Keinginan Rafi cukup kuat, dan dia belum memiliki aktifitas untuk liburan ini. Baiklah, aku hanya bisa mendukung keputusannya. Aku yakin pada kedewasaan anakku ketika sudah memilih. Dia konsekuen. Selama di awal aku sudah menjelaskan konsekuensi-konsekuensi yang ia hadapi, maka dia akan bisa mengatasi konsekuensi itu.

***

Mengenai prinsip dia yang teguh pada pendirian, dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil, sudah ada contoh sebelumnya. Yaitu ketika Rafi ketagihan membeli mainan mobil setiap minggu. Dan dia tidak mau jika hanya 1. Ia merengek minta dibelikan mainan mobil dalam jumlah banyak, sedangkan mainan mobil yang ia miliki sudah cukup banyak. Saat itu aku memberi pilihan.

"Ok, mas Rafi mau beli mobil banyak?" iya, jawabnya.
"Mas Rafi kan sudah punya mobil banyak?”
“Aku mau beli mobil banyak-banyak,” katanya keukeuh
“Trus, mainan mobil ini diapain? Ga dipake? Dibuang aja ya?” pikirku dia akan sayang pada mobilnya dan tidak mau dibuang. Ternyata aku salah, dia lebih menuruti keinginannya untuk mendapat mobil baru. Maka tanpa ragu ia menjawab iya.
"Bener dibuang ya?" iya jawabnya.
Aku pun ambil tas plastik. Aku masukkan semua mobil mainannya tanpa seleksi lagi. Bagus atau sudah rusak masuk semua ke tas plastik itu.
"ok, bunda buang ya?" iya jawabnya.

Aku pun pura-pura ke dapur untuk membuangnya ke tempat sampah dapur. Tentunya aku tak membuangnya. Sayang. Aku menyimpannya di tempat yang ia tak bisa jangkau dan lihat.

Hari itupun ia membeli 3 mainan mobil baru. Besoknya, ia teringat mobil lamanya. "Bunda, mobilku warna putih kemana?"

"Lho, kemarin katanya dibuang saja? Kan mas Rafi mutusin," akupun memperhatikan ekspresinya.

"Eh iya ya,"katanya. Ada gejolak malu, menyesal di wajahnya. Tapi dia tidak protes. Dia tidak memaksa untuk mengambil mobil yang sudah 'dibuang' itu. Dia sudah mengerti arti dibuang. Jika barang dibuang, maka barang itu sudah tidak ada lagi.

Sejak itu, aku jadi berhati-hati memberikan pilihan padanya. Dan, sejak saat itu, aku akhirnya mengajarkan ia menabung jika menginginkan suatu barang. Alhamdulillah berhasil. Yang tadinya 1 minggu 1 kali beli mobil, akhirnya bisa 2 minggu. Tabungan selanjutnya, beli mobil setelah 1 bulan. Ya, dia sudah bisa menahan keinginannya.

***

Kembali lagi ke cerita Rafi berangkat liburan. Jumat sore aku buatkan peta perjalanan sederhana buat Rafi. Biar dia tahu lokasi Bogor dan Blitar, dan jarak yang ia tempuh. Aku print di kertas A4, serta aku laminating, biar awet. Biar ada pengobat rindu, aku taruh foto keluarga di peta itu. Dia senang sekali menerima peta itu. “Ini abi, ini bunda , ini mas Rafi dan ini dik Fa’iz,” katanya.


Peta sederhana, dibuat hanya dalam waktu 5 menit ;)


“Wah..ada mitsubishi banyak-banyak,” katanya. Di peta itu memang banyak logo mitsubishi bertebaran. Maklum itu peta jalur mudik, yang tentunya banyak logo. Kebetulan peta yang aku unduh dari internet ini disponsori mitsubishi. 

Aku pun menjelaskan ke Rafi, dengan menggunakan mainan mobilnya. "Rafi besok naik bus. Dari bogor, trus lewat jalan ini, besoknya baru sampai Blitar. Rumah eyang di Blitar. Rumah mas Rafi, abi, bunda, dik Fa’iz di Bogor."

Rafi pun mengulang penjelasanku. Alhamdulillah dia mengerti.

(bersambung)