Saturday, July 22, 2017

Dampingi Korban Penindasan (RIP Chester)

Linkin Park @Gelora Bung Karno Jakarta, 21 Sept 2011

Kematian Chester Be begitu mengejutkan buatku. Lagu-lagu Linkin Park (LP) menemaniku dan menguatkanku di saat-saat periode kehidupan yang berat, dan juga menyemangatiku menjalani hidup yang memang bukan garis lurus. Secara personality anggota LP, aku lebih menyukai Mike Shinoda.   Tapi, lagu LP akan berbeda jika yang menyanyikan bukan Chester Be.

Yang membuatku terkejut, tak percaya, dan sedih adalah cara Chazz mengakhiri hidupnya. Bullying (penindasan) yang ia alami sewaktu kecil menorehkan luka hingga dewasa. Meskipun berusaha menerima, memaafkan, tidak membalas dendam, tapi bekas luka itu masih ada dan menyakitkan.

Melihat masa lalu Chazz dan pencapaiannya saat ini, maka aku semakin mengerti betapa rapuhnya hidup para korban penindasan. Aku pernah dalam posisi tersebut, merasa hidup tidak berguna dan keberadaanku tidak penting di dunia ini. Untungnya kedua orang tua ku selalu hadir dan memberikan cinta mereka yang begitu besar, sehingga aku selalu bisa bangkit dan membuat hidupku kembali berharga.

Penindasan bisa dilakukan dengan cara yang sangat beragam. Bukan sekadar fisik. Bahkan kata-kata lebih menyakitkan dan cenderung tersimpan dalam memory terdalam, yang suatu saat rasa sakitnya masih bisa muncul kembali.

Penindasanpun bisa dilakukan oleh orang di luar lingkungan terdekat kita, dan juga oleh orang terdekat: anggota keluarga. Siapa yang bisa mengidentifikasi di awal? Seharusnya orang tua. Mengapa? Karena orang tua adalah orang yang seharusnya paling dekat dengan anak. Perubahan sikap, perilaku bahkan fisik seharusnya bisa terlihat ketika anak mulai mengalami penindasan oleh siapapun.

Saat ini, terkadang yang mengetahui pertama kali bukan orang tua. Bisa jadi tetangga, guru, teman, dan sebagainya. Mengapa hal ini terjadi? Karena orang tua tak selalu berada di samping anak saat ia membutuhkan. Dan, ini akhirnya menjadi tugas kita semua untuk peduli dengan orang-orang di sekitar kita.


Korban Penindasan

Mereka sering kali tidak akan menceritakan apa yang mereka alami, jika tidak "dipaksa dengan cara yang baik" untuk cerita kejadiannya. Apalagi pada anak-anak. Jika anak tidak terbiasa untuk menceritakan kejadian sehari-hari yang ia alami, maka ia lebih kesulitan untuk menceritakan hal yang traumatis dalam hidupnya.

Sekarang aku seorang ibu, yang memiliki 2 anak laki-laki. Beberapa tahun lalu salah satunya pernah mengalami penindasan oleh temannya. Apa yang terlihat olehku? Perubahan sikap dan perilaku yang menjadi lebih pendiam dan penakut. Saat itulah alarmku berbunyi. Saatnya mencari tahu lebih dalam. Bukan sekadar melalui dia, tapi juga melalui lingkungan rumah, sekolah dan semua teman-temannya.

Ia pun aku ajak untuk terus belajar terbuka, cerita hal-hal kecil, hingga akhirnya dia berani menceritakan kejadiannya. Penindasan secara verbal.

Setiap korban penindasan selalu dilihat memiliki kekurangan atau kelemahan oleh si penindas. Untuk itu maka pendampingan untuk menutup kekurangan dan menguatkan kelemahan korban adalah yang utama. Secara paralel dilakukan juga penguatan terhadap potensi yang dimiliki si anak, sehingga dia tidak merasa rendah diri.

Hal yang aku bangun sejak anak-anak masih kecil adalah menjadi orang yang asertif, yang mampu menyampaikan idenya, perasaannya, kemauannya, hingga menyampaikan hal-hal yang dia tidak setujui atau ia tidak sukai, dengan cara yang baik. Tidak mudah. Tapi itu sangat penting dilakukan agar mereka bisa membela diri mereka sendiri saat ada orang yang memaksakan kehendak ataupun menyampaikan hal yang menyakitkan mereka.

Semua itu butuh kesabaran, waktu dan kehadiran secara utuh mendampinginya. Aku tak mau ketakutanku akan masa depan korban penindasan yang tetap lemah menjadi nyata. Korban penindasan harus mampu mengatasi ketakutannya, kesedihannya, kekecewaannya hingga kemarahannya, serta mengelolanya menjadi suatu yang baik bagi dirinya dan lingkungannya.

Linkin Park dalam lagunya yang berjudul Leave Out All The Rest telah menunjukkan kondisi korban penindasan:
...
I'm strong on the surface
Not all the way through
I've never been perfect
But neither have you
...

Mungkin ada orang-orang yang terlihat kuat di luarnya, tapi sebenarnya hatinya menahan sakit/beban yang berat.  Dan masa depan korban penindasan ada di tangan orang-orang terdekatnya. Mari kita menjadi lebih peka melihat orang-orang di sekitar kita. Mari kita belajar mendengarkan, memberikan masukan positif tanpa harus menghakimi, serta terus menyalakan cahaya harapan bagi mereka.

Bagi para penindas, jika kalian membaca ini. Pahamilah bahwa menindas orang dengan cara apapun, membuatnya ketakutan, sedih dan kesakitan bukanlah hal yang keren dan bisa dibanggakan. Itu adalah perbuatan sampah, yang harus segera dibuang ke tempat sampah. Jadilah pribadi yang bisa membuat orang lebih baik, itulah yang membanggakan.

Bye Chazz.. Semoga semua mengambil hikmah dan pelajaran dari kehidupanmu.
Allah SWT telah memberi kita nikmat hidup yang luar biasa indah, yang mungkin dikotori dengan orang-orang tak bertanggung jawab. Namun, jangan menyerah hidup kita adalah tanggung jawab kita. Jangan sia-siakan hidup tanpa arti dengan berada dalam sisi gelap, segera cari cahaya dalam kegelapan itu. Pasti ada!

RIP ChesterBe

Bogor, 22 Juli 2017
Selvie

PS: Aku lebih suka mengartikan bullying sebagai penindasan daripada perundungan. Kata itu belum nyaman di telinga, mulut dan jariku :)

Thursday, March 30, 2017

Bunga-berbunga Itu Jahat

Adakah orang yang tak suka melihat bunga? Bentuk yang menarik, warna warni yang indah, dan juga bau wangi yang semerbak.
Tumbuhan yang memiliki bunga yang banyak cenderung dikagumi dan disukai banyak orang. Apalagi jika bentuknya yang sempurna, warnanya cerah, membedakan dengan daunnya yang berwarna hijau. Tak ada orang yang tak setuju bunga itu menarik.
Namun, bunga yang satu ini beda. Bunga ini disukai oleh pemiliknya, tapi dibenci oleh orang yang menerimanya. Apalagi jika bunga itu ditambah dengan bunga yang lain. Bunga apa itu? Itu dinamakan bunga pinjaman.
Ya, bunga pinjaman itu disukai oleh orang yang meminjamkan uangnya, tapi dibenci oleh orang yang menerima pinjaman dan mengharuskan mereka membayar bunga pinjaman ke pemilik uang.
Tapi apa daya orang yang meminjam uang tersebut di saat ia butuh uang dan tidak memilikinya? Untuk saat ini sebenarnya banyak pilihan pendanaan, ataupun perbaikan gaya hidup (baca: mengatur keuangan).
Namun, apa yang terjadi jika orang yang meminjam itu adalah orang yang tidak punya akses informasi tentang keuangan ataupun cara mengelola keuangan, maka tawaran meminjam uang, meskipun dengan bunga besar, menjadi solusi bagi mereka. Orang seperti ini biasanya tidak realistis saat itu, dan meminjam berdasarkan emosional. Orang yang meminjamkan uang memanfaatkan kondisi emosional peminjam untuk bersepakat meminjam uang dengan ketentuan bunga, bahkan bisa jadi bunga berbunga.
Disinilah butuh moral yang baik bagi orang-orang pemilik uang, agar tidak semena-mena pada orang yang meminjam uang.