Thursday, December 16, 2004

Apa Arti Kita?

‘Dunia ini panggung sandiwara…,’ demikian syair yang dilantunkan oleh Achmad Albar. Ia menggambarkan bahwa dunia ini adalah panggung, dan setiap manusia memiliki peran masing-masing. Disadari atau tidak, setiap individu memiliki peran masing-masing sesuai tempat ia berada. Seorang laki-laki, bekerja sebagai auditor, di rumah berperan sebagai seorang bapak dari kedua anaknya dan seorang suami dari istrinya.

Setiap orang memiliki peran dan fungsi masing-masing di setiap posisi yang ia miliki. Jika ia bertindak melebihi peran dan fungsinya, akan terjadi over lapping. Jika ia tidak menjalankan peran dan fungsinya, maka akan ada peran orang lain yang tersendat atau bahkan kacau balau.

Kesadaran yang kurang dari setiap orang untuk menyadari bahwa peran yang ia mainkan sangat menentukan bagi orang lain dan lingkungan, dapat menghambat laju gerak orang lain, bahkan perusahaan.

Manusia dilahirkan sebagai mahkluk individu dan juga sosial. Ia hidup sebagai bagian dari masyarakat. Ketergantungan manusia terhadap mahkluk lain cukup tinggi, apalagi di kehidupan modern seperti sekarang ini. Manusia menjadi spesialis-spesialis di berbagai bidang. Ia tidak bisa lagi memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Contoh kecil, makan. Manusia sekarang, terutama di kota-kota besar, tidak terbiasa menyiapkan sendiri makanannya. Oleh karena itu berdirilah restoran, kafe juga warteg. Saat kesibukan di kantor begitu padat, mungkin ia tidak sempat mendatangi restoran atau warung, sehingga ia memesan dan memerlukan bantuan ‘pengantar’ untuk mengantar pesanannya.

Di jaman modern ini, disadari atau tidak setiap individu merupakan bagian dari team work yang sangat besar. Amerika tidak akan menjadi negara ‘super power’, jika tidak ada negara lain di dunia ini. Meja di depan anda tidak akan pernah ada, jika tidak ada tukang kayu yang mengerjakannya. Koruptor tidak akan ada, jika tidak ada kesempatan dan lingkungan yang mendukungnya. Anda tidak akan bisa membaca tulisan ini jika Anda tidak memiliki komputer yang anda beli dari toko, dan toko itu mendapatkan dari pabriknya.

Setiap individu begitu berarti bagi individu yang lain, meski perannya sangat kecil. Kesadaran ini penting, untuk menyadari bahwa masing-masing memiliki peran yang menentukan bagi kelangsungan perusahaan, proses bisnis bahkan rantai kehidupan. Dan, kesadaran itu hanya mampu bertahan jika tumbuh dari diri sendiri.***

Indonesia akhir tahun 2004

MASIH ingat tragedi yang bertebaran di akhir tahun 2004? Yang membuat air mata menetes? Yang membuat dada terasa sesak? Ternyata masih ada event di akhir tahun 2004 yang cukup bisa membuat kita tersenyum bangga. Indonesia merebut juara umum dalam International Junior Science Olympiad (IJSO) – olimpiade sains internasional tingkat SMP. Delapan dari 18 medali emas kita rebut. Olimpiade yang baru pertama kali diselenggarakan ini diikuti oleh 173 siswa dan 30 negara. Indonesia mengirimkan 12 siswa terbaiknya, dan hasilnya tidak mengecewakan, 8 medali emas dan 4 medali perak. Tentu saja, para siswa berprestasi ini tidak berangkat dari kesantaian. Untuk memperoleh hasil itu, para siswa dikarantina selama 9 bulan.

Hal ini memperlihatkan, jika ada kemauan – untuk menjadi yang terbaik, dan kemudian mempersiapkannya – materi, strategi, juga pengorbanan waktu dan tenaga, maka tidak mustahil hasil yang diterima melebihi harapan kita.

“Hidup bisa menjadi pengembaraan yang luar biasa, ataupun bukan apa-apa,” demikian ungkap Helen Keller – seorang penulis terkenal yang buta dan tuli sejak berumur 2 tahun. Ia lulus dari Universitas Radcliffe, Amerika Serikat dengan predikat sangat memuaskan. Kisah hidupnya dituangkan dalam sebuah film “Deliverance, The Story of Helen’s Life” tahun 1918 dan “The Unconquered” tahun 1953 yang meraih salah satu penghargaan Academy Award.

Saat ini, kita menjejak ke lembaran awal tahun 2005. Akankah hidup ini menjadi pengembaraan yang luar biasa? Atau bukan apa-apa? Anda ingin menulis sejarah atau dilupakan oleh masa depan? Aku hanya berharap agar lembaran-lembaran itu tidak dibiarkan kosong atau diisi dengan keburaman-keburaman. Semoga lembaran itu terisi penuh dengan semangat untuk terus berjuang.

Monday, November 29, 2004

Gelisah...

Jiwa gelisah. Menggeliat. Pedih. Lirih. Sendu. Adakah yang lebih galau dari aliran air yang meleleh dari kedua mata perempuan lemah ini. Sedemikian lemahnya kah aku. Tanganku masih bisa menari, kakiku masih bisa melangkah. Namun, mengapa jiwaku terasa kelu.

Mungkin aku rindu dengan pertemuan itu. Pertemuan antara asa dan nestapa. Lara dan ceria. Berjalan dan berhenti. Start dan finish.

Hidupku cukup menyenangkan. Menyenangkan karena aku memiliki waktu luang untuk bermain-main, ataupun mengexplore keinginanku. Tapi tidak cukup menyenangkan untuk memberi semangat kepada diriku, karena tantangan yang ku terima tidak begitu banyak. Atau aku yang terlalu naif. Entah….

Entah. Kata itu yang dulu pernah menghiasi pergulatan pemikiranku. Pemikiran akan hidup. Sudah lama aku tak bersua dengan ‘entah’. Sudah lama aku menanggalkan ‘entah’ dari pemikiranku. Namun, perjumpaanku dengan ‘entah’ kali ini membuatku merasa bertemu sobat lama. ‘entah’ yang selalu mendampingiku dalam galau dan gelisah. ‘entah’ juga menemaniku dalam menikmati hidupku ini.

Aku masih belum mengerti, mengapa jiwaku menggeliat gelisah. Semua sudah kumiliki. Aku merasa sudah memiliki segalanya. Tapi jiwaku masih resah. Terkadang aku menitikkan air mata begitu membaca berita-berita kecelakaan di koran. Hatiku tersentuh, tatkala melihat anak-anak cacat yang tak memiliki penolong. Seandainya aku punya sayap dan Allah mengijinkan aku jadi malaikat, aku ingin menolong semua orang yang dirundung sakit. Seandainya aku punya kekayaan tak terhingga, ingin aku membantu pengobatan orang-orang tak berpunya. Seandainya aku punya mata setajam elang, aku ingin menjaga dunia ini dari berbagai kebobrokan.

Sayang aku tak memiliki semua itu. Aku tak diijinkan jadi malaikat, karena aku terlahir sebagai seorang manusia. Aku tak memiliki kekayaan berlimpah, hanya cukup untuk keluargaku saja. Aku tak memiliki mata setajam elang, karena aku seorang manusia dengan segala keterbatasanku.

Aku ingin berontak. Aku ingin berlari. Aku ingin menjerit. Aku ingin mengadu. Aku ingin meminta kepada-Nya, jadikan aku penolong bagi orang lain. Tapi aku hanya bisa terdiam. Aku hanya bisa berdoa semoga apa yang kulakukan adalah wujud ibadahku pada-Mu dan berguna untukku, keluargaku dan orang lain.

Setiap kali aku menarik nafas, berat yang kurasa. Aku hanya mencari cinta-Mu. Aku telah merasakan perlindungan-Mu, rahmat-Mu, tapi mengapa aku merasa kurang dalam cinta-Mu. Aku kah yang kurang dekat kepada-Mu? Ataukah aku kurang mencintai-Mu?

Life

Life is too short, if you only dreaming without do nothing.
Life is useless, if you only regret what you've passed away