Rasa syukur dimulai dari hal yang kecil. Ketika jantung masih berdetak. Saat diri bisa bernafas. Saat mata masih bisa melihat, dan telinga masih bisa mendengar suara.
Bayangkan jika mata tak lagi melihat, hanya gelap. Tak terlihat warna. Bayangkan ketika telinga tak lagi mendengar. Dunia terasa sunyi, senyap. Hanya keheningan yang ada, dan suara yang terdengar adalah suara pikiran sendiri yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun.
Syukurilah saat kita masih memiliki keluarga dan teman. Ada orang-orang baik yang bisa berbagi kebahagiaan dan juga kepedihan dengan kita. Orang-orang yang membuat kita memiliki arti.
Syukurilah saat kita masih memiliki kegiatan yang bisa kita lakukan. Dan, kegiatan itu membawa manfaat bagi kebaikan orang lain, yang pastinya juga membawa kebaikan untuk diri kita.
Syukurilah saat kita masih memiliki tempat untuk tinggal, sekadar tidur dan beraktifitas dengan keluarga.
Rasa syukur itu bisa dimulai dari yang kecil, mendapatkan rejeki senilai Rp 10 ribu, sehingga bisa untuk membeli makan siang lengkap dengan lauk dan sayur (di warteg tentunya).
Saat bersyukur, kita akan merasa cukup. Tidak berlebih tapi juga tidak kurang.
Terima kasih ya Allah atas segala nikmat yang Engkau berikan, sehingga aku bisa menulis catatan saat ini.
Bogor, 25 Oktober 2012
Thursday, October 25, 2012
Monday, October 22, 2012
Andai saya menjadi Ketua KPK
Korupsi telah menjadi persoalan
bangsa dan menjadi perhatian anak kecil, remaja, hingga orang tua.
Kali ini saya ingin fokus pada misi
keempat KPK “Melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK”
di keluarga.
Andai saya menjadi Ketua KPK, selain
berbagai tugas pembongkaran kasus korupsi serta operasional jalannya KPK, maka
saya ingin membuat sebuah program edukasi keuangan menyeluruh pada setiap
keluarga Indonesia. Alasannya? Setiap orang pasti memiliki keluarga. Jikapun ia
yatim piatu, ia akan memiliki “keluarga” tempat ia dibesarkan. Nilai-nilai yang
ia peroleh dari keluarganya menjadi sebuah dasar baginya untuk meraih masa
depannya.
Seluruh anggota keluarga perlu
mengerti bahwa uang hanya sebuah alat untuk mencapai tujuan, dan bagaimana cara
mengelolanya agar tujuan tercapai tanpa melakukan kecurangan.
Edukasi ini dimulai dari orang
tua (suami dan istri). Materinya bermula dengan pengelolaan penghasilan. Apakah
semua habis untuk konsumsi? Sudahkah disisihkan untuk
asuransi/investasi/menabung? Hingga gambaran
risiko yang terjadi jika melakukan korupsi.
Setelah itu, edukasi diberikan
pada remaja dan anak-anak. Saat ini anak-anak dan remaja rata-rata diberi uang
saku. Nah, mereka perlu tahu sejak dini dari mana datangnya uang, bagaimana
uang bisa sampai ke orang tua, bagaimana orang tua membagi penghasilannya untuk
memenuhi berbagai kebutuhan, hingga bagaimana mereka mengatur uang yang dimiliki
untuk membeli apa yang diinginkan. Tentunya dengan bahasa yang sederhana.
Dengan kurikulum yang
berkesinambungan dari orang tua, remaja hingga anak-anak, diharapkan 10-20
tahun lagi, generasi Indonesia, mengerti mengenai pengelolaan keuangan dengan
utuh. Semoga Indonesia Bebas korupsi.
Situs Lomba blog KPK
Situs Lomba blog KPK
Subscribe to:
Posts (Atom)