Senin kemarin (11 Okt 2010), Rafi - anak pertamaku- didiagnosa positif kena penyakit typhus. Diagnosa ini berdasarkan tes darah yang telah dijalani. Setelah dia mengalami demam diatas 39 derajat selama 4 hari dan mual muntah pada hari ketiga.
Sedih banget? Tentunya. Penyakit ini kan dulunya sering kena pada mahasiswa, yang identik dengan makan di warung mana saja serta sering kecapekan untuk ngerjain tugas dan sebagainya. Suamiku juga pernah kena, karena kecapekan dan makan sembarangan. Begitu juga dengan teman-teman kuliah, ada beberapa yang menderita penyakit ini.
Tapi, usia Rafi baru 4 tahun. Dan, saya cukup ketat mengatur masalah jajan. Bahkan, dia tidak pernah jajan tanpa saya (kecuali ada yang ngajak dia jajan, itupun sa). Pengasuh anak-anak di rumah pun saya selalu ingatkan untuk tidak menuruti permintaan jajan apapun jika anak-anak minta. Penganan ringan dan makanan yang mungkin diinginkan anak-anak saya sudah siapkan di rumah, jadi tidak perlu beli lagi. Jika mereka menginginkan sesuatu, mereka harus minta ke saya dan pergi bersama saya atau dengan abi mereka. Dan, kita juga tentukan apa yang boleh dan tidak boleh.
So, dari mana penyakit typhus bisa mampir ke Rafi? Usut punya usut, 4 hari sebelum rafi demam, kami sekeluarga makan di sebuah warung bakso pinggir jalan, yang belum pernah kami sambangi sebelumnya. Pulang dari sana, suami saya diare. Saya dan anak2 saat itu tidak apa-apa.
Jika memang kuman itu ada di bakso itu, seharusnya kami berempat kena, tapi tidak. Usut punya usut lagi, bakteri salmonella akan mati jika pada suhu tinggi. Jadi faktor makanan (dalam hal ini baksi) dicoret. Tapi, ketika kita makan, pasti menggunakan peralatan makan kan? Kemungkinannya disini. Belum tentu penjual mencuci bersih, dan menggunakan air bersih untuk mencuci peraltan makan ini. Duh... Penjelasan ini menjelaskan kenapa hanya Rafi yang terkena bakteri ini. Sendok garpu yang kami gunakan berbeda.
Sekarang kami bertekad tidak akan mengajak anak-anak mencoba makanan di warung yang terlihat tidak bersih. Dan, kami juga bertekad, akan slalu membersihkan peralatan makan umum (dengan cairan antiseptik), atau membawa peralatan makan sendiri.
***
Kembali ke judul di atas "Sakit typhus, haruskah dirawat di RS?"
Sakit typhus identik dengan rawat di rumah sakit. Iya kan? Apakah memang harus seperti itu? Sebenarnya tidak, dengan CATATAN (eh.. Ini catatan saya ya, jadi jika mau lebih tepatnya silakan konsultasi ke dokter masing-masing).
1. Penderita typhus mau makan banyak, minum banyak, bed rest (hanya turun dari tempat tidur untuk BAK & BAB), dan mau minum obat.
2. frekuensi mual dan muntah si penderita masih cukup sedikit.
3. Penderita masih memiliki tenaga yang cukup, alias tidak lemes banget.
4. Ada orang dewasa yang bisa merawat selama 24 jam. Tentunya dia bisa bertindak tegas untuk mendisiplinkan penderita pada rambu2 di atas.
5. Kontrol ke dokter sesuai jadwal yang diberikan dokter.
Nah, jika poin 1-4 bisa terpenuhi, InsyaAllah penderita sakit typhus bisa dirawat di rumah.
Jika tidak, seperti pada kondisi Rafi (dia makan & minum sedikit sekali, ditambah muntah yang cukup sering), maka harus dirawat di rumah sakit agar bisa mendapatkan cairan & makanan melalui cairan infus. Bahkan karena obat yang diminumkan selalu dimuntahkan, maka obatnya pun dimasukkan melalui infus.
Yahh.. Itu sekilas sharing dariku.. Semoga berguna.