Thursday, December 31, 2020

Melewati Tahun 2020



Pandemi Covid-19 ini menjadikan tahun 2020  jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan dengan cara yang tak pernah terpikirkan. Sesuatu yang mungkin sering dilihat di film fiksi sains, dan kemudian benar-benar nyata terjadi di dekat kita.

Dahulu melihat tenaga medis atau orang-orang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, hanya di film yang berkisah tentang orang-orang yang bertaruh nyawa menghadapi senjata biologis yang berbahaya, radiasi nuklir, ataupun kondisi yang belum diketahui pasti, namun sangat berbahaya dan mengancam jiwa.

Saat ini? Hampir di fasilitas kesehatan. Bahkan hingga di kota-kota kecil, kita bisa menyaksikan itu. Dan itu bukanlah film yang setelah kita saksikan selama 2 jam, kemudian berakhir sedih ataupun bahagia.

Ini sudah berbulan-bulan. Bahkan sudah hampir satu tahun. Dan, kita tidak ada yang tahu pasti, kapan ini berakhir.

Semua tak lagi sama.

Terngiang kembali lagu Padi, Semua Tak Sama, namun dengan konteks yang berbeda. Ya, saat ini dan ke depan pun, tak akan sama lagi. Kita tak akan pernah bisa kembali ke waktu sebelum pandemi terjadi.

Berkaca pada waktu yang telah kita lewati, kita adalah orang merugi jika tak bisa mengambil hikmah, sekecil apapun. Mulai dari semesta terkecil, diri kita sendiri. Kemudian semesta berikutnya: keluarga inti.

Dalam jeda sekaligus perjuangan ini, kita jadi lebih tahu apa kelemahan dan kekuatan kita dalam tekanan.

Setiap orang mendapatkan jatah 24 jam yang sama. Namun, penggunaan waktu menjadi terkalkulasi ulang. Yang biasanya sering keluar rumah dengan berbagai alasan, menjadi berpikir ulang untuk menggunakan waktu lebih efektif, agar tercapai semua rencana yang harus dilakukan di luar rumah, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Yang sebelumnya, waktu habis dalam perjalanan menuju tempat kerja/aktivitas, saat ini waktu itu bisa digunakan untuk lebih memperhatikan diri sendiri dan keluarga inti. Bisa jadi lebih produktif dalam bekerja, belajar, atau beraktivitas lain.

Hingga, kita tersadar, saatnya memperhatikan kesehatan diri. Bukan hanya raga yang terlihat, juga jiwa yang menjadi penggerak raga ini. Kesehatan jiwa dimulai dengan meningkatkan positive vibes dalam diri, salah satunya dengan cara bersyukur.

Hal yang paling mudah disyukuri adalah bersyukur masih bisa bernafas. Dalam setiap tarikan nafas itu, kita tidak perlu membayarnya. Coba bayangkan jika kita harus membayar setiap oksigen yang kita hirup?

Rasa syukur berikutnya, yaitu bersyukur masih diberi kesempatan hidup. Bersyukur, masih diberi sehat. Yang sakit pun bersyukur, dengan sakit, diberi waktu untuk istirahat dari rutinitas dan fokus pada diri sendiri. Mungkin dulu kita sering melupakan bahwa diri kita juga perlu diperhatikan.

Cobalah untuk mensyukuri setiap hal yang dilakukan. Rasanya akan lebih tenang.

Bersyukur bukan berarti berhenti berusaha. Bersyukur berarti fokus pada apa yang telah kita miliki ataupun terima, dan bersemangat untuk mengupayakan apapun yang bisa kita upayakan, tanpa mengandalkan orang lain.

 

Alasan untuk Hidup

Berlandaskan rasa syukur, mari kembali berkaca pada waktu yang telah kita lewati. Bagaimana kita menjalani hidup, hingga alasan kita menjalani hidup dengan semangat setiap harinya.

Pernahkah kita sadari, sudah lama kita hidup dalam “ketidaksederhanaan”. Kita selalu merasa kurang. Kita ingin memiliki dan membeli sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan. Karena apa? Karena tuntutan gaya hidup lingkungan sekitar kita.

Sebenarnya, apa kebutuhan utama manusia untuk hidup? Saya yakin, kita semua tahu. Makan untuk kebutuhan energi dan juga pembangun tubuh. Pakaian sebagai pelindung badan dari berbagai cuaca. Tempat tinggal sebagai tempat untuk bernaung dari berbagai cuaca dan hewan liar, beristirahat setelah berkerja atau beraktivitas.

Pernah ada pertanyaan: makan untuk hidup atau hidup untuk makan?

Kamu tim yang mana?

Apapun pilihanmu, keduanya punya tujuan untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup.

Dan bersyukurlah saat kebutuhan utama dapat terpenuhi. Sekarang saatnya kembali mengusahakan agar kebutuhan utama dapat terpenuhi. Kebutuhan sekunder bahkan tersier, bisa menunggu, saat kita dalam keadaan sehat dan terpenuhi kebutuhan dasarnya.

Bagiku alasan hidupku adalah hidup yang bermanfaat dan membawa kebaikan untuk lingkungan sekitarku. Dengan cara apa? Dengan cara yang ku bisa kulakukan, dan semampuku. Saat ku merasa lelah, akupun mengambil jeda. Bernafas. Memperhatikan kembali kebutuhan diriku, jiwa dan raga. Saat lelahku hilang, maka aku akan bergerak lagi.

Kalau kamu bagaimana?

Monday, January 28, 2019

Harapan di Perbukitan Sigi



Senyum Dede Suryati (37 tahun) mengembang lebar. ASInya masih keluar, padahal ia sudah tidak menyusui Muhammad Amanusa Abimanyu (3 bulan) sejak 2 bulan lalu. Meski begitu, ia masih takut untuk memberikan air susunya kepada anak keempatnya ini.

“Saya takut ASI saya sudah basi, karena sudah lama tidak menetek,” ungkap Dede saat bertemu dengan konselor menyusui dari tim UNICEF, Sentra Laktasi Indonesia (SELASI) dan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) pada saat pelaksanaan Posyandu di Pos Pengungsian Dusun Sidera 2, Sigi, pada 16 Januari 2019 lalu.

Elisabethesti Warudju dan Srinovita Amelia adalah konselor yang mendampingi Dede untuk kembali bersemangat menyusui anaknya kembali.

“Apakah ASI saya tidak basi, Bu? Apakah tidak apa-apa menyusu lagi setelah 2 bulan saya berhenti menyusui? Apa ASI saya masih bagus?” berbagai pertanyaan pun dilontarkan Dede pada konselor.

Dengan penuh kesabaran dan semangat positif, Elisabethesti dan Srinovita menjelaskan bahwa ASI selalu bagus kapanpun. Dede pun dibantu menemukan posisi dan pelekatan yang tepat saat menyusui lagi pada Abimanyu. Abimanyu pun sempat mau menyusu kembali.

Abimanyu yang sudah berusia 3 bulan saat ini, memerlukan susu lebih banyak dibandingkan 2 bulan yang lalu. Sedangkan produksi ASI Dede sudah menurun karena tidak menyusui 2 bulan ini. Produksi ASI Dede perlu ditingkatkan untuk mengejar kebutuhan menyusu Abimanyu. Oleh karena itu, Dede pun diberitahu bagaimana cara meningkatkan produksi ASI.  Inti meningkatkan produksi ASI adalah dengan mempersering keluarnya ASI, bisa dengan menyusui bayi secara langsung dan juga memerah ASI.

Diimbangi dengan semangat dan keinginan kuat sang ibu untuk menyusui anaknya, maka menyusui kembali setelah dua bulan tidak menyusui adalah hal yang sangat bisa terjadi.



Kilas Balik

Dede melahirkan anak keempatnya dalam segala keterbatasan di pengungsian. Rumahnya rata dengan tanah, pada saat gempa dan likuefaksi mengguncang Sigi, Palu dan Donggala.

Setelah melahirkan, ia pun menyusui anaknya. Seperti ia menyusui ketiga anak sebelumnya.

Kemudian Dede merasa anaknya diare karena BABnya berupa cairan, ia tak pernah membawanya ke dokter. “Keadaan saat itu sangat sulit untuk konsultasi. Beda dengan saat ini, saya bisa konsultasi ke dokter,”ujarnya.

“Awalnya saya hanya coba-coba, karena anak saya waktu itu mencret. Saya berikan susu botol, dia mau. Setelah 1 minggu saya berikan susu botol, saya coba teteki lagi, anaknya masih mau. Tapi saya kuatir ASI saya basi, sudah tidak bagus, karena sudah 1 minggu tidak diteteki,”ceritanya ketika ditanya awal mula memberikan susu formula pada anaknya. Ia menyusui ketiga anak sebelumnya hingga lebih dari 2 tahun.

Dede tak pernah membeli susu formula untuk bayinya, hingga saat ini ia selalu mendapatkan dari donatur/relawan yang datang membawa bantuan. Susu formula awalnya ia terima dengan botol dan dotnya. Namun, ia tak mendapatkan sikat pembersih. Ia juga tidak pernah diberitahu cara membersihkan botol dan dot dengan benar. Ia bersihkan botol dan dot itu, seperti ia mencuci peralatan masak lainnya, dengan spons, sabun dan air bersih.

Dede tak tahu apa risiko penggunaan susu formula, botol dan dot. Apalagi dalam keadaan di pengungsian seperti ini, dimana air bersih tidak mudah didapatkan. Ia hanya menggunakan susu formula, karena ia diberikan bantuan tersebut. Padahal ia sebenarnya masih bisa menyusui anaknya.


Dalam keadaan bencana seperti ini, masih banyak Dede yang lain, seorang ibu yang seharusnya bisa menyusui bayinya, namun mendapatkan dukungan yang salah. Bantuan yang salah, menyebabkan bencana lain di tempat bencana. Seorang ibu yang seharusnya bisa menyusui anaknya secara langsung, menjadi tergoda dengan pemberian susu formula yang tidak diperlukan.*** (Selvie Amalia)





Wednesday, February 28, 2018

Citra Ilusi Kebahagiaan

Era disruptif saat ini membuat kita perlu menyaring informasi yang kita terima. Tidak semua informasi tersebut valid dan bisa dipercaya. Namun, juga tidak semuanya palsu dan tidak bisa dipercaya.

Saat setiap orang adalah sumber berita, pembuat berita, sekaligus penerbit berita, maka lebih banyak opini berkembang di masyarakat. Opini tersebut disikapi dengan berbeda oleh masing-masing orang.

Dalam sebuah industri, hal ini adalah tantangan besar. Hal ini berarti adalah semakin banyak saluran informasi yang harus dipantau dan diberikan informasi sesuai kebutuhan industri/perusahaan. 

Sedangkan dalam kehidupan pribadi, hal ini bisa mempengaruhi seseorang untuk mengambil sebuah keputusan apapun. Saat melihat, mendengar atau membaca sesuatu, maka sisi emosional dan rasional seseorang akan merespon. Jika, sisi emosionalnya lebih dominan, maka dia akan segera merespon berdasarkan emosi yang ia rasakan. Hal ini terjadi karena mungkin dia tidak akan menggali lebih jauh seberapa benar hal tersebut. Jika sisi rasionalnya lebih dominan, maka sebelum merespon dia akan mempertanyakan terlebih dulu kebenaran dari hal yang ia lihat, dengar atau baca tersebut.

Bisa juga, bukan sekadar masalah benar atau salah. Asli atau palsu. Namun, menjadi sebuah standar yang ingin dipenuhi oleh orang yang melihat, mendengar, atau membaca sesuatu tersebut. Misalnya adalah dari banyaknya acara televisi yang menggali wisata alam Indonesia yang begitu indah. Selain media televisi, ulasan wisata juga banyak diunggah dalam bentuk tulisan, foto dan video. Dengan memperlihatkan keindahan alam, keseruan perjalanan, dan juga kebahagiaan yang terlihat dari orang-orang dalam tayangan tersebut, membuat orang yang melihat, mendengar dan membaca tayangan tersebut ingin melakukan hal yang sama.

Ada dorongan positif kejadian ini bagi dunia pariwisata Indonesia. Tujuan-tujuan wisata yang tadinya tidak dilirik, minim fasilitas, saat ini mulai banyak dikunjungi dan ditingkatkan fasilitasnya. Begitu juga dengan usaha wisata yang ikut meningkat seperti moda transportasi, penginapan, tempat wisata, tempat makan, usaha pembuatan buah tangan, usaha perjalanan wisata dan lainnya. 

Bagi orang yang memiliki sumber dana yang cukup, dia bisa berwisata kemanapun dan kapanpun ia mau. Tapi, ada juga orang yang hanya bisa bermimpi untuk berwisata ke tempat-tempat yang ada di layar kaca, karena keterbatasan sumber dana. Bagi orang yang memiliki keterbatasan sumber dana ini, dia perlu berpikir rasional untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya berwisata. Dengan cara, mencari lokasi wisata terdekat dengan tempat tinggal dan juga yang menghabiskan biaya seminimal mungkin, disesuaikan dengan dana yang ia miliki untuk berwisata.

Citra kebahagiaan saat berwisata, menjadi sebuah ilusi bagi sebagian orang yang tidak memiliki sumber daya yang memadai. Untuk itu, perlu bagi setiap orang untuk menyadari apa yang terpenting bagi hidupnya dan membuatnya bahagia, terlepas dari citra bahagia yang ditampilkan dalam seluruh saluran informasi saat ini.

Untuk menjadi bahagia, jangan jadikan standar bahagia orang lain menjadi standar bahagia untuk kita. Karena setiap orang itu unik. Setiap orang memiliki kepribadian dan kebutuhan yang beragam, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Yang menentukan bahagiamu, adalah dirimu sendiri. Salah satunya dengan cara mensyukuri setiap hal yang telah kita miliki.***


Saturday, July 22, 2017

Dampingi Korban Penindasan (RIP Chester)

Linkin Park @Gelora Bung Karno Jakarta, 21 Sept 2011

Kematian Chester Be begitu mengejutkan buatku. Lagu-lagu Linkin Park (LP) menemaniku dan menguatkanku di saat-saat periode kehidupan yang berat, dan juga menyemangatiku menjalani hidup yang memang bukan garis lurus. Secara personality anggota LP, aku lebih menyukai Mike Shinoda.   Tapi, lagu LP akan berbeda jika yang menyanyikan bukan Chester Be.

Yang membuatku terkejut, tak percaya, dan sedih adalah cara Chazz mengakhiri hidupnya. Bullying (penindasan) yang ia alami sewaktu kecil menorehkan luka hingga dewasa. Meskipun berusaha menerima, memaafkan, tidak membalas dendam, tapi bekas luka itu masih ada dan menyakitkan.

Melihat masa lalu Chazz dan pencapaiannya saat ini, maka aku semakin mengerti betapa rapuhnya hidup para korban penindasan. Aku pernah dalam posisi tersebut, merasa hidup tidak berguna dan keberadaanku tidak penting di dunia ini. Untungnya kedua orang tua ku selalu hadir dan memberikan cinta mereka yang begitu besar, sehingga aku selalu bisa bangkit dan membuat hidupku kembali berharga.

Penindasan bisa dilakukan dengan cara yang sangat beragam. Bukan sekadar fisik. Bahkan kata-kata lebih menyakitkan dan cenderung tersimpan dalam memory terdalam, yang suatu saat rasa sakitnya masih bisa muncul kembali.

Penindasanpun bisa dilakukan oleh orang di luar lingkungan terdekat kita, dan juga oleh orang terdekat: anggota keluarga. Siapa yang bisa mengidentifikasi di awal? Seharusnya orang tua. Mengapa? Karena orang tua adalah orang yang seharusnya paling dekat dengan anak. Perubahan sikap, perilaku bahkan fisik seharusnya bisa terlihat ketika anak mulai mengalami penindasan oleh siapapun.

Saat ini, terkadang yang mengetahui pertama kali bukan orang tua. Bisa jadi tetangga, guru, teman, dan sebagainya. Mengapa hal ini terjadi? Karena orang tua tak selalu berada di samping anak saat ia membutuhkan. Dan, ini akhirnya menjadi tugas kita semua untuk peduli dengan orang-orang di sekitar kita.


Korban Penindasan

Mereka sering kali tidak akan menceritakan apa yang mereka alami, jika tidak "dipaksa dengan cara yang baik" untuk cerita kejadiannya. Apalagi pada anak-anak. Jika anak tidak terbiasa untuk menceritakan kejadian sehari-hari yang ia alami, maka ia lebih kesulitan untuk menceritakan hal yang traumatis dalam hidupnya.

Sekarang aku seorang ibu, yang memiliki 2 anak laki-laki. Beberapa tahun lalu salah satunya pernah mengalami penindasan oleh temannya. Apa yang terlihat olehku? Perubahan sikap dan perilaku yang menjadi lebih pendiam dan penakut. Saat itulah alarmku berbunyi. Saatnya mencari tahu lebih dalam. Bukan sekadar melalui dia, tapi juga melalui lingkungan rumah, sekolah dan semua teman-temannya.

Ia pun aku ajak untuk terus belajar terbuka, cerita hal-hal kecil, hingga akhirnya dia berani menceritakan kejadiannya. Penindasan secara verbal.

Setiap korban penindasan selalu dilihat memiliki kekurangan atau kelemahan oleh si penindas. Untuk itu maka pendampingan untuk menutup kekurangan dan menguatkan kelemahan korban adalah yang utama. Secara paralel dilakukan juga penguatan terhadap potensi yang dimiliki si anak, sehingga dia tidak merasa rendah diri.

Hal yang aku bangun sejak anak-anak masih kecil adalah menjadi orang yang asertif, yang mampu menyampaikan idenya, perasaannya, kemauannya, hingga menyampaikan hal-hal yang dia tidak setujui atau ia tidak sukai, dengan cara yang baik. Tidak mudah. Tapi itu sangat penting dilakukan agar mereka bisa membela diri mereka sendiri saat ada orang yang memaksakan kehendak ataupun menyampaikan hal yang menyakitkan mereka.

Semua itu butuh kesabaran, waktu dan kehadiran secara utuh mendampinginya. Aku tak mau ketakutanku akan masa depan korban penindasan yang tetap lemah menjadi nyata. Korban penindasan harus mampu mengatasi ketakutannya, kesedihannya, kekecewaannya hingga kemarahannya, serta mengelolanya menjadi suatu yang baik bagi dirinya dan lingkungannya.

Linkin Park dalam lagunya yang berjudul Leave Out All The Rest telah menunjukkan kondisi korban penindasan:
...
I'm strong on the surface
Not all the way through
I've never been perfect
But neither have you
...

Mungkin ada orang-orang yang terlihat kuat di luarnya, tapi sebenarnya hatinya menahan sakit/beban yang berat.  Dan masa depan korban penindasan ada di tangan orang-orang terdekatnya. Mari kita menjadi lebih peka melihat orang-orang di sekitar kita. Mari kita belajar mendengarkan, memberikan masukan positif tanpa harus menghakimi, serta terus menyalakan cahaya harapan bagi mereka.

Bagi para penindas, jika kalian membaca ini. Pahamilah bahwa menindas orang dengan cara apapun, membuatnya ketakutan, sedih dan kesakitan bukanlah hal yang keren dan bisa dibanggakan. Itu adalah perbuatan sampah, yang harus segera dibuang ke tempat sampah. Jadilah pribadi yang bisa membuat orang lebih baik, itulah yang membanggakan.

Bye Chazz.. Semoga semua mengambil hikmah dan pelajaran dari kehidupanmu.
Allah SWT telah memberi kita nikmat hidup yang luar biasa indah, yang mungkin dikotori dengan orang-orang tak bertanggung jawab. Namun, jangan menyerah hidup kita adalah tanggung jawab kita. Jangan sia-siakan hidup tanpa arti dengan berada dalam sisi gelap, segera cari cahaya dalam kegelapan itu. Pasti ada!

RIP ChesterBe

Bogor, 22 Juli 2017
Selvie

PS: Aku lebih suka mengartikan bullying sebagai penindasan daripada perundungan. Kata itu belum nyaman di telinga, mulut dan jariku :)

Thursday, March 30, 2017

Bunga-berbunga Itu Jahat

Adakah orang yang tak suka melihat bunga? Bentuk yang menarik, warna warni yang indah, dan juga bau wangi yang semerbak.
Tumbuhan yang memiliki bunga yang banyak cenderung dikagumi dan disukai banyak orang. Apalagi jika bentuknya yang sempurna, warnanya cerah, membedakan dengan daunnya yang berwarna hijau. Tak ada orang yang tak setuju bunga itu menarik.
Namun, bunga yang satu ini beda. Bunga ini disukai oleh pemiliknya, tapi dibenci oleh orang yang menerimanya. Apalagi jika bunga itu ditambah dengan bunga yang lain. Bunga apa itu? Itu dinamakan bunga pinjaman.
Ya, bunga pinjaman itu disukai oleh orang yang meminjamkan uangnya, tapi dibenci oleh orang yang menerima pinjaman dan mengharuskan mereka membayar bunga pinjaman ke pemilik uang.
Tapi apa daya orang yang meminjam uang tersebut di saat ia butuh uang dan tidak memilikinya? Untuk saat ini sebenarnya banyak pilihan pendanaan, ataupun perbaikan gaya hidup (baca: mengatur keuangan).
Namun, apa yang terjadi jika orang yang meminjam itu adalah orang yang tidak punya akses informasi tentang keuangan ataupun cara mengelola keuangan, maka tawaran meminjam uang, meskipun dengan bunga besar, menjadi solusi bagi mereka. Orang seperti ini biasanya tidak realistis saat itu, dan meminjam berdasarkan emosional. Orang yang meminjamkan uang memanfaatkan kondisi emosional peminjam untuk bersepakat meminjam uang dengan ketentuan bunga, bahkan bisa jadi bunga berbunga.
Disinilah butuh moral yang baik bagi orang-orang pemilik uang, agar tidak semena-mena pada orang yang meminjam uang.

Monday, October 05, 2015

Multitasking

Kata "Multitasking" saat ini sangat populer. Semua orang berharap bisa menjadi orang yang multitasking, alias bisa melakukan beberapa hal sekaligus dalam satu waktu. Demikian pula aku. Aku berharap bisa membelah diri, agar bisa menyelesaikan beberapa hal sekaligus dalam satu waktu. Namun, aku bukanlah Amoeba. Aku tak bisa membelah diri, karena jiwa dan raga ku adalah satu kesatuan.

Ada saat dimana aku bisa melakukan beberapa pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Namun ada saat juga dimana aku harus fokus pada satu pekerjaan saja. Karena, jika aku tidak fokus pada pekerjaan itu, maka pekerjaan itu takkan pernah selesai.

Begitulah manusia, saat ia ingin menyelesaikan dengan cepat sebuah pekerjaan, maka PENTING baginya untuk FOKUS pada hal itu saja. Saat fokus, maka seluruh ENERGI, DAYA dan UPAYA akan ia kerahkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dengan demikian, pekerjaan itu pun dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik dan dalam waktu lebih cepat.

Hal-hal yang bisa dilakukan dengan dalam keadaan "Multitasking" adalah pekerjaan koordinasi. Saat mengkoordinasi, maka dalam satu waktu kita perlu untuk menyambungkan satu dan lainnya, dan juga menyelesaikan beberapa bagian lain dengan berkoordinasi dengan orang lain. Namun, saat menyelesaikan bagian kita, saat itulah perlu FOKUS.

Dalam dunia saat ini kita mengalami derasnya terpaan informasi. Bahkan mungkin informasi yang tidak kita butuhkan, ataupun informasi yang mengganggu, sehingga dapat mengalihkan fokus kita. Untuk itu perlu kita memiliki kemampuan untuk mengelola diri sendiri. Baik mengelola waktu untuk menyelesaikan berbagai hal, mengelola pikiran agar dapat efektif dan juga mengelola emosi agar kita tidak mudah terpengaruh.

Sebaliknya informasi yang deras mendatangi kita adalah berbagai informasi yang ingin mempengaruhi kita, sadar ataupun tidak. Pilihan dapat dipengaruhi atau tidak ada di pikiran kita sendiri. Apakah kita dapat menyaring informasi dengan baik, sehingga dapat membuat kita semakin produktif dan efektif? Atau sebaliknya, informasi yang diterima membuat kita melakukan berbagai hal (multitasking) tapi kurang produktif?

Saat diri kita jenuh atau merasa lelah untuk melaksanakan / mengerjakan beberapa hal sekaligus, sadarilah mungkin itu saatnya untuk sekadar menarik nafas dan menghelanya perlahan sambil menyeruput teh panas atau kopi panas di teras rumah. Tidak mengapa jika ada saatnya kita hanya ingin untuk melakukan satu hal saja.


Friday, November 21, 2014

My Mom ask me to quit

My mom ask me to quit from my business, because its decreasing the quantity of time I spend my my kiddos.
Yes, she look that what I sacrifice by rejecting my carrier promotion to have much more time with my kiddos, cannot be done.
She said, enough. Being grateful for what I have and make it better.
And I realized that I don't make it better. Sad. But true.
It's better to focus on one online business. Make it good. Better and better.

Friday, September 26, 2014

Demokrasi Mati



Sedih adalah
saat melihat saudara bertempur dengan saudara
saat melihat kawan beradu senjata
saat melihat serakah menjadi dewa
saat melihat kekuasaan menjadi tuan

Perih adalah
saat melihat rakyat tidak lagi didengar
saat mendengar tipu muslihat dilakukan dengan gencar
untuk tujuan harta dan kekuasaan yang lebih besar

Ingat kekuasaan adalah ujian
Kekuasaan bukanlah sebuah anugerah
Kekuasaan adalah hutang
Hutang untuk ditunaikan
Dan hutang ini tak hanya ditagih di dunia
Tagihan hutang kekuasaan hingga di akhirat

Ingatlah
Tak ada yang abadi di dunia
Kekuasaan dan harta tak ada artinya
Jika namamu akan dikenang sebagai bangkai...
Tak berguna...

Selvie - 26092014



Monday, July 14, 2014

Bersyukur atau bersedih?

Hidup itu pilihan. Begitu juga dengan rasa di hati. Ungkapan syukur, kesal, marah, bahagia, sedih, merana, kecewa, itu semua adalah pilihan.

Bahkan jalan hidup yang kita lalui pun itu pilihan. 

Ini kisahku, perjalanan hidup tentang pilihanku.

Saat memutuskan untuk bekerja di Jakarta, itulah pilihan yang kubuat dan bersedia menanggung segala konsekuensinya. 10 tahun berlalu, aku merasa cukup dengan pilihan itu. Aku pun memilih untuk minta pindah kerja di Bogor, dan meninggalkan kesempatan peningkatan karir yang telah di depan mata, itu juga sebuah pilihan. Dan aku juga bersedia menerima seluruh konsekuensinya.

Seluruh pilihan telah ditimbang dengan matang. Saat pilihan dijalankan, ada masa ketika sangat bahagia dan nyaman, ada suatu masa juga  timbul ketidaknyamanan. Makna rasa yang dirasakan yang menentukan adalah kita sendiri. Akankah kita memaknai dengan ketidaknyamanan ataupun kesedihan bahkan hingga kekecewaan? Ataukah kita menerima rasa itu, dan mengolahnya menjadi sebuah perasaan bersyukur karena masih diberikan kesempatan, yang mungkin orang lain tidak miliki? 

Rumput tetangga lebih hijau dibanding rumput rumah sendiri, itu kata pepatah.

Apakah benar demikian? Kembali kita yang menentukan. Sudut pandang terhadap suatu hal kita sendiri yang menentukan. Itu pilihan.

Bersyukurlah sebagai manusia kita diberi kemampuan untuk memilih. Dan sebelum menentukan pilihan, kita diberikan kesempatan dan kemampuan untuk menganalisa, kurang dan lebihnya sebuah keputusan, baik buruknya, dan berbagai hal yang menjadi pertimbangan. Satu hal yang jangan dilupakan adalah, bahagiakah saat memilih pilihan itu?

Saat ini semua orang memperbandingkan pilihan dirinya dengan pilihan orang lain. Tentu sudut pandangnya tidak bisa disamakan. Inilah yang menimbulkan konflik. Memaksakan sudut pandang diri sendiri untuk orang lain.

Terkadang kita sendiri juga tidak setuju pada diri kita sendiri. Saat akan membuat sebuah pilihan, misalnya ingin makan sate atau soto. Satu pikiran kita ingin makan berkuah, berarti memilih soto. Tapi pikiran yang lain, ingin makanan yang dibakar dan berbumbu kacang. 

Nah, diri sendiri saja punya beberapa pertimbangan untuk menentukan sesuatu, apalagi dengan orang lain, yang jelas beda kepala, beda hati, beda karakter.

Apakah pilihan kita kemudian terlihat oleh orang lain bukan yang terbaik, biarkan saja. Yang menjalani adalah kita, bukan orang lain. Jikalau orang lain tersebut kemudian terlibat dalam konsekuensi pilihan yang kita buat, ya biarkan ia memutuskan akan bertindak atau merasa seperti apa. Tapi jangan jadikan hal itu menjadi sumber ketidakbahagiaanmu.
Bahagiamu adalah pilihanmu.
Bersyukur atau menyesal itu adalah pilihan.
Daripada menjalani hidup penuh dengan pikiran dan energi negatif, lebih baik jalani dengan perasaan bersyukur, penuh kasih sayang dan bahagia :)

Salam bahagia,
Selvie
@Bogor

Sunday, June 08, 2014

Incomplete

Feeling incomplete....
That's what I feel when I was far away from my soulmate.
Bukan sebuah ketergantungan, tapi karena hidupku sudah menjadi bagian dari hidupnya, begitu juga hidupnya sudah menjadi bagian dari hidupku. Terdengar klise, tapi itulah fakta.

Meski teknologi sudah bisa menghadirkan suara dan gambar, secara riil pada saat itu juga. Tapi kehadiran raga juga tak tergantikan. Bermain bersama anak-anak tak bisa hanya melalui Skype. Berjalan menyusur taman, berenang, bermain bola, badminton, bersepeda, dan juga membuat prakarya... semua itu tak bisa dilakukan dengan perwakilan suara dan gambar saja.

Namun, inilah hidup. Ujian ada kapan pun dimanapun. Teknologi yang untuk meminimalisir ujian pun, terkadang tak akan bisa mengobati rasa rindu. Hanya bisa menguranginya saja.

Saat ku berjalan, menggandeng anak-anak, tanpa dirinya disampingku. Aku merasa ada yang kurang. Tapi, kutahu dan kuyakin, saat-saat itu hanya sementara, hanya sejenak. Dan, kita berkumpul lagi, dan melakukan berbagai kegiatan yang menyenangkan.

I miss you, my soulmate ;)