Suamiku dan aku adalah dua kepribadian yang sangat berbeda. Aku adalah orang yang heboh ketika tertarik pada sesuatu. Orang yang menggebu-gebu dalam meraih sesuatu, namun jika apa yang kuinginkan tidak segera kuraiih, maka aku akan segera berpaling mencari yang lain. Sedangkan dia, adalah orang yang merencanakan sesuatu secara matang dengan berbagai pertimbangan. Ketika ia memutuskan akan melakukan sesuatu, maka ia akan konsisten melakukan prosesnya.
Aku adalah orang pemimpi. Aku punya banyak mimpi. Mulai dari mimpi keliling dunia, hingga mimpi punya usaha sendiri. Namun ya itu. Sampai saat ini aku belum keliling dunia, baru keliling Indonesia, dan juga belum punya usaha sendiri.
Suatu saat dalam perjalanan di dalam kereta listrik dari bogor ke jakarta, aku menceritakan temanku (suami istri) yang baru memiliki anak, telah memiliki usaha persewaan peralatan bayi.
"Hebat ya, mereka bisa berbisnis. Padahal mereka berdua kerja fulltime loh..."
"Memang siapa yang mengurus bisnisnya?"
"Ya mereka berdua, ditambah dengan saudara mereka untuk operasional sehari-hari"
"Kamu ingin bikin bisnis?"
"Iyalah, dari dulu juga ingin. Tapi ga tau kapan bisa mulai?"
"Perbedaan orang sukses dan pemimpi adalah orang sukses melakukan apa yang kamu hanya pikirkan, bayangkan, impikan."
Duh... Itu kalimat yang sangat telak.
Dari dulu, aku selalu bermimpi punya usaha sendiri. Dengan begitu aku tidak lagi menjadi orang gajian, tapi sebaliknya, aku menggaji orang. Dengan punya usaha sendiri, aku bermimpi memiliki waktu yang lebih fleksibel dan cukup untuk memberikan perhatian pada anak-anakku. Aku bermimpi memiliki toko online, sehingga konsumenku bukan hanya lokal tapi juga internasional.
Aku pun sempat berkolaborasi dengan dua teman untuk mewujudkan toko online. Kami merencanakan situs dengan konsep minimalis. Kami pelajari cara bertransaksi online. Suplier pun didata dan ditanya bagaimana kerjasama yang biasanya dilakukan. Tempat hosting pun sudah direncanakan. Berapa budget yang diperlukan diawal pendirian pun sudah dihitung. Tapi rencana tinggal rencana, karena konsep hanya berakhir di atas kertas. Toko itu belum terwujud hingga detik ini.
Kalau sudah seperti itu, aku jadi bahan ledekan suami. Hehe... Sadar diri juga sih... Mimpi boleh besar, tapi nyatanya wujud belum terlihat.
Suamiku selalu memotivasi aku, meskipun dengan bahasa meledek. Apa yang dikatakan benar juga sih... Tapi terkadang membuatku terpojok dan merasa tak berdaya. Kalau sudah di posisi tak berdaya, aku menyudahi perbincangan dengan ketus. Bahasa jawanya sih "mutung". Hehe... Soalnya sudah speachless. Mau membantah juga percuma, karena apa yang ia katakan benar. Tapi mau mengiyakan, aku gengsi.
Untunglah, ia selalu mendukung keputusan yang akhirnya aku buat. Baik keputusan untuk tetap bekerja, dan menunda membuat sebuah bisnis. Ataupun ketika aku memutuskan untuk berjualan kecil-kecilan, sambil tetap bekerja.
Tapi, tiap kali aku mengeluhkan lagi kok mimpiku belum terwujud. Ia pun mengulangi kalimat ampuhnya yang membuat aku langsung terdiam.
"Itulah bedanya orang sukses dan pemimpi. Orang sukses melakukan apa yang kamu hanya pikirkan, bayangkan, impikan," tukasnya.